Pages

  • Twitter
  • Facebook
  • Google+

Sabtu, 21 April 2012

Sesuap nasi dari sekarung pasir

Tidak ada komentar:
 

Waktu hampir menunjukan setengah enam sore ketika aku sedang menonton tv. Aku menonton salah satu acara yang meliput tentang kehidupan seorang anak kecil berumur 11 atau 12 tahun yang sudah menggantikan ayahnya mencari nafkah dengan mencari pasir di sungai. Sungai Cikapunten namanya,sungai ini terletak di kota Tasikmalaya Jawa Barat. Sungai ini yang memberi kehidupan untuk keluarga Ridwan, terkadang sungai ini bersahabat ketika debit air tidak terlalu besar dan kadang juga tidak ketika debit airnya deras. Perlu keahlian berenang dan ekstra berhati-harti ketika mencari pasir karena di sungai itu banyak batu-batu besar yang licin. Sebenarnya ini semua bukan kemauannya Ridwan untuk mencari nafkah dengan bekerja keras seperti ini tapi apa daya sang ayah sering sakit-sakitan dan tidak bekerja sementara dirumah itu ada 7 orang yang menunggu untuk diberi makan. Ayahnya Ridwan menderita penyakit penyempitan paru-paru terkadang penyakitnya itu kambuh dan tak bisa mencari nafkah,jadi Ridwanlah yang menggantikannya. Terkadang adik laki-lakinya yg bernama Irsyan ikut mencari pasir disungai.
“ Abdi ge sedih teu tega ningal budak kudu ngagentosan abdi ngala keusik di sungai tapi da kumaha deui bade saha deui anu ngagentosan abdi neangan nafkah”
“  Saya juga ngga tega melihat anak harus menggantikan saya mencari pasir di sungai tapi harus bagaimana lagi mau siapa yang menggantikan saya mencari nafkah” Tutur ayahnya Ridwan.

 

Hari ini hanya dengan membawa karung dan boboko  Ridwan dan adiknya pergi ke sungai cikapunten untuk mencari pasir,mereka mulai mencari pasir lalu mengangkutnya ke pinggir sungai. Kadang rasa kasihan timbul di diri Ridwan ketika mendapati adiknya tengah menggigil kedinginan karena terlalu lama berenang untuk mengambil pasir. Ketika rasa capek menghampiri,mereka pun  beristirahat lalu pasir pasir yang dikumpulkan dimasukan kedalam karung dan diangkut ke pengepul pasir. Setelah sampai di pengepul,pasir pun dihitung dan dihargai Rp 1.250 per kaleng. Hari itu pasir yang dikumpulkan Ridwan hanya berhasil dihargai Rp12.500 dan ternyata pasir yang dikumpulkannya tidak dibayar karena ibunya Ridwan meminjam uang untuk pengobatan ayah Ridwan dan dibayar oleh pasir yang dikumpulkannya. Kebayang kan? Udah capek-capek berenang,ngumpulin pasir,ngangkut pasir,kedinginan,rasa lapar yang ditahan ngga dibayar karena dipakai untuk dibayar hutang ayahnya. Anak-anak sekarang apa bisa seikhlas Ridwan? Anak-anak sekarang apa bisa ngga banyak menuntut kaya Ridwan? Kayanya jarang,bahkan aku pun belum bisa seikhlas Ridwan. Sembari menahan rasa lapar Ridwan pun mencari tambahan uang dengan cara mencari makan ternak orang lain, dengan bermodalkan arit yang dipinjamnya ia pun mulai mencari rumput di sekitar sungai lalu memberikannya pada ternak dan akhirnya ia mendapatkan uang walaupun tak seberapa dan uangnya pun ia berikan pada ibunya untuk membeli obat ayahnya.
                “ Nya da abdi mah lamun emam mah sareng naon oge teu nanaon,lamun aya lauknya nya Alhamdulillah tapi mun teu aya ge sareng uyah we. Abdi ge hoyong siga rerencangan lamun emam teh aya laukna tapi da kumaha deui,beas ge kadang aya kadang heunteu lamun teu aya mah ema sok ngutang heula”
                “ Iya da saya kalau makan sama apa aja juga ngga apa-apa, kalau ada lauknya ya Alhamdulillah tapi kalau ngga ada juga sama garam aja. Saya juga pengen kaya temen kalau makan ada lauknya tapi da gimana lagi, beras juga kadang ada kadang ngga tapi kalau ngga ad amah ibu suka ngutang dulu”
Ya Allah kebayang kan makan aja cuma sama garam aja, mau makan ada lauknya aja sampe kaya gitu pengennya. Kadang ada juga yang mampu tapi makan sama garam aja tapi mereka tuh milih buat makan sama garam tapi Ridwan makan sama garam karena ngga ada pilihan. Kadang kalau ada sisa uang dari beli obat ayahnya,ibunya Ridwan suka memberikan sisanya pada Ridwan walau tak banyak.
                “ Ema teh sok masihan artos lamun aya sesa tina pulangan obat bapa. Kadang meunang sarebu tapi lamun anu lain teu kabagean mah ngan meunang lima ratus tapi mun teu aya pulangan mah nya teu nanaon teu dipasihan artos oge”
                “ Ibu suka ngasih uang kalau ada sisa uang kembalian obat ayah. Kadang dapet seribu tapi kalau yang lain ngga kebagian Cuma dapet lima ratus kalau ngga ada kembalian mah ya ngga apa-apa ngga dikasih uang juga”
Zaman sekarang uang 500 perak mau beli apa? Apalagi kalau anak-anak kan suka jajan dan Ridwan bisa sesabar itu dengan ngga menuntut ibunya untuk member bekal yang lebih. Dan ketika ditanya kenapa dia mau membantu ayahnya mencari pasir ia hanya menjawab “ Da saya teh suka kasian liat bapak kalau lagi kambuh,apalagi takut kalau bapak kalau kambuh sampai muntah darah,saya juga takut bapak  ninggalin saya,ninggalin ibu. Saya kan masih kecil,nanti gimana cari uang,cari makan. Saya mah masih bisa bantu da cari pasir mah masih gampang.”

Kisah hidup Ridwan bisa menjadi keteladanan buat semuanya, sifat sabar,semangat,dan ngga banyak nuntut itu bener bener harus dipelajarin buat anak-anak termasuk nurul sendiri. Sabar ya Ridwan semoga kehidupan kamu bisa lebih baik, cita-citanya tercapai diberi kesabaran dan semoga ayahnya cepet sembuh. Amiin...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

 
© 2012. Design by Main-Blogger - Blogger Template and Blogging Stuff