Judul: Unforgettable
Penulis: Winna Efendi
Editor: Rayina
Proofreader: Gita Romadhona
Penata letak: Wahyu Suwarni
Pewajah Sampul: Dwi Anissa Anindhika
Penerbit: Gagas Media
Tebal: viii + 172 hlm
Harga: Rp48.000
Rilis: Januari 2012 (cet. Ke-1)
ISBN: 978-979-780-541-8
Sinopsis cerita:
Ini
adalah satu kisah dari sang waktu tentang mereka yang menunggu.
Cerita seorang perempuan yang bersembunyi di balik halaman buku dan
seorang lelaki yang siluetnya membentuk mimpi di liku tidur sang
perempuan.
Ditemani krat-krat berisi botol vintage wine
yang berdebu, aroma rasa yang menguar dari cairan anggur di dalam
gelas, derit kayu di rumah usang, dan lembar kenangan akan masa kecil
di dalam ingatan.
Pertemuan
pertama telah menyeret keduanya masuk ke pusaran yang tak bisa
dikendalikan. Menggugah sesuatu yang telah lama terkubur oleh waktu
di dalam diri perempuan itu. Membuat ia kehilangan semua kata yang ia
tahu untuk mendefinisikan dan hanya menjelma satu nama: lelaki itu.
Sekali
lagi, ini adalah sepotong kisah dari sang waktu tentang menunggu.
Kisah mereka yang pernah hidup dalam penantian dan kemudian bertemu
cinta.
Penggalan cerita
Kedai wine itu dinamakan Muse.
Pemiliknya adalah sepasang kakak adik, yang sudah lama hidup berdampingan ditemani krat-krat berisi botol wine vintage yang berdebu, derit kayu di rumah usang, dan kenangan akan masa kecil dalam lembaran ingatan mereka.
Ini
adalah kisah mengenai sang adik. Seorang perempuan di tengah usia dua
puluhan, yang bersembunyi di balik halaman buku, namun mendefiniskan
dirinya sendiri melalui tinta yang membentuk kata.
Dan
seorang pria, yang siluetnya membentuk mimpi, begitu mereka pertama
kali bersua. Menggugah sesuatu dalam diri perempuan itu, yang sudah
lama terkubur oleh waktu. Membuatnya sadar, selama ini dia hanya sedang
menunggu.
Karena semua orang hidup dalam penantian.
**
Lelaki itu datang setiap hari.
Dia
selalu datang pada waktu yang sama; lima menit sebelum pukul sembilan.
Menghuni tempat duduk di sudut, dekat dengan rak tinggi yang dipenuhi
majalah dan buku dari satu dekade terakhir. Agak terasing dari
keramaian, pojokan yang biasanya tidak terlalu digemari orang. Sebatang
rokok selalu terselip di antara jari tengah dan telunjuk, ujungnya
menyala dengan setitik bara api oranye.
Pada
saat dia datang, perempuan itu tidak bisa menulis. Gelisah.
Jari-jarinya mengetik, menghapus, mengetik, menghapus. Kadang kursornya
berkedip-kedip di layar, tidak kunjung bergerak. Begitu dia beranjak
pergi, baru perempuan itu menghela nafas panjang, lalu lanjut bekerja
hingga fajar. Biasanya dia akan tertidur, tertelungkup di atas meja,
sampai abangnya datang untuk menyampirkan selimut wol di sekujur
tubuhnya yang dingin.
**
Malam ini, lelaki itu datang lagi.
Tapi
hari ini ada sesuatu yang berbeda. Hari ini, lelaki itu tak hanya
tenggelam dalam bayangnya sendiri. Hari ini, dia mengangkat muka.
Dan pandangan mereka bertemu.
**
Lelaki
bermata cokelat tua itu datang lagi. Kali ini, ia menatap lurus-lurus
ke arah perempuan yang duduk di samping jendela, kemudian mengambil
tempat kosong yang dihuninya semalam.
Pada awalnya mereka saling diam, menikmati tarian jemari perempuan itu saat beradu dengan tombol keyboard,
juga rintik-rintik hujan yang perlahan memburamkan jendela. Aroma
rokok, aroma anggur, dan aroma tanah yang basah karena gerimis berbaur
menjadi satu.
Kemudian, mereka bicara.
**
Tidak ada komentar:
Posting Komentar